Isi Artikel Utama

Abstrak

Kebebasan pers di Indonesia dijamin dalam UU No.40 Tahun 1999. Berbagai pasal yang berkait kebebasan pers secara substansial terkandung makna bersifat universal dan cenderung liberal. Bagi para pengusaha, keberadaan institusi media dipandang sebagai lahan bisnis mendatangkan keuntungan. Oleh karena itu sebagai implikasi atas dasar penerapan konsep tersebut, informasi telah dijadikan sebagai komoditas bernilai tukar. Produk media dikemas sedemikian rupa menjadi barang dagangan yang dapat dipertukarkan dan mempunyai nilai ekonomis. Merebaknya perusahaan media massa ditandai bertumbuhnya industri televisi di Indonesia telah menunjukkan bahwa ”bisnis informasi” yang dilakukan melalui strategi ekonomi politik kian berkembang pesat. Dampak atas berlangsungnya industrialisasi ternyata banyak ditemui. Ranah publik (public sphere) yang seharusnya menjadi milik bersama atau dimanfaatkan bersama kini cenderung menjadi monopoli media. Benturan kepentingan antara pengelola media, penguasa dan khalayak masih ditemui. Dengan kata lain, telah terjadi ketimpangan relasi, terutama relasi antara kepentingan pasar dan kepentingan sosial.

Kata Kunci

kebebasan pers reformasi ekonomi politik

Rincian Artikel

Biografi Penulis

Joko Martono

Joko Martono, Peneliti komunikasi dan media di BPPKI Yogyakarta, Kementerian Komunikasi dan Informatika RI.

Cara Mengutip
Martono, J. (2014). Kebebasan PERS di Indonesia pada Era Reformasi dan Ekonomi Politik Media. INSANI, 1(1), 11–20. Diambil dari https://jurnal.widuri.ac.id/index.php/insani/article/view/16

Referensi

  1. Abrar, Ana Nadhya. 1992. Pers Indonesia: Berjuang Menghadapi Perkembangan Masa. Yogyakarta: Penerbit Liberty.
  2. Bungin, Burhan. 2001. Imaji Media Massa, Konstruksi dan Makna Realitas Sosial Iklan Televisi dalam Masyarakat Kapitalistik. Yogyakarta: Penerbit Jendela.
  3. Fiske, John. 2006. Cultural and Commnication Studies. Yogyakarta & Bandung: Jalasutra.
  4. Kusmadi dan Samsuri.2009. UU Pers dan Peraturan Dewan Pers. Jakarta: Dewan Pers.
  5. Mosco, Vincent. 1996. The Political Economy of Communication; Rethinking and Renewal. California: Sage Publication.
  6. Putra, I.Gusti Ngurah. 2001. Demokrasi dan Kinerja Pers Indonesia (Makalah dalam Seminar Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan berkaitan dengan Masalah Pers). Yogyakarta.
  7. Rakhmat, Jalaluddin. 2007. Psikologi Komunikasi (Edisi Revisi). Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
  8. Siregar, R.H. 2001. Kemerdekaan Pers menurut UUD;45 dan UU No.40/1999 tentang Pers (Makalah dalam Seminar Harmonisasi Peraturan Perundangundangan berkaitan dengan Masalah Pers). Yogyakarta.
  9. Sudiati, Vero dan Aloys Widyamartaya. 2006. Menjadi Wartawan Muda. Yogyakarta: Pustaka Widyatama.
  10. Tim Buku Kompas. 2002. Beberapa Segi Perkembangan Sejarah Pers di Indonesia. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
  11. Waluyo, Djoko. 2014. Kebebasan Pers dari Pandangan Wartawan (PWI dan AJI). Yogyakarta: Penerbit Tiara Wacana Lokus.
  12. Wijaya, Ray, dkk. 2005. Panduan bagi Jurnalis dalam Meliput Peristiwa Traumatik. Jakarta: Yayasan Pulih.
  13. Awaluddin Yusuf, dalam: http://bincangmedia.wordpress.com/author/iwanawaluddin/, diakses 10 Maret 2014.
  14. http:www.detikNews, 8/11/2010. http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/01/25/mh6hn0-berita-jakartatenggelam-
  15. -januari-lebay
  16. http://regional.kompasiana.com/2014/01/18/tvone-lebay-katakan-banjir-jakartamencapai-7-meter-625433.html
  17. http://lama.gatra.com/nusantara-1/jawa-1/46769-jokowi-tuding-wartawan-lebay-soalbanjir-di-istana%E2%80%8F.html
  18. Infotainment Silet edisi 7 November 2010, tayangan peristiwa bencana Merapi di Yogyakarta.
  19. Leo Batubara, dalam inilah.com, 21/11/2009.

Artikel Serupa

1 2 3 4 > >> 

Anda juga bisa Mulai pencarian similarity tingkat lanjut untuk artikel ini.